
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Mulawarman (Unmul) menilai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang direncanakan berlaku pada tahun 2025 sebagai kebijakan yang tidak tepat.
Menurut BEM KM Unmul, kebijakan ini tidak sejalan dengan kondisi pendapatan daerah di berbagai kabupaten/kota di Kaltim.
Sebagai contoh, Upah Minimum Kota (UMK) Samarinda hanya naik dari Rp3.497.124,13 menjadi Rp3.724.437,20, sementara di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) meningkat dari Rp3.536.506,28 menjadi Rp3.766.379,19.
“Kenaikan ini tidak cukup signifikan untuk menyesuaikan dengan kebijakan PPN yang naik menjadi 12 persen,” ungkap Ketua BEM KM Unmul, Maulana.
Maulana juga menyatakan bahwa kebijakan ini akan mengurangi daya beli masyarakat. “PPN yang awalnya 11 persen menjadi 12 persen memang terlihat kecil, tetapi dampaknya bisa mengganggu perkembangan ekonomi secara signifikan,” sambungnya.
Beberapa barang yang terkena PPN termasuk tas, pakaian, sepatu, produk otomotif, alat elektronik, pulsa telekomunikasi, produk kecantikan, hingga jasa layanan streaming musik dan film seperti Spotify dan Netflix.
Meskipun pemerintah, lanjut dia, telah mengklaim kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang-barang mewah, dampaknya juga akan terasa pada harga bahan pokok.
BEM KM Unmul menyoroti minimnya partisipasi kelas pekerja, buruh, maupun pengusaha dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan kenaikan upah dan PPN ini. Mereka menilai, pemerintah seharusnya melibatkan semua pihak yang memiliki kepentingan agar kebijakan yang dihasilkan dapat memberikan manfaat yang merata.
“Kebijakan ini menunjukkan bagaimana pemerintah mengabaikan asas-asas pemerintahan yang baik, seperti akuntabilitas, transparansi, dan keberpihakan terhadap rakyat. Kebijakan ini tidak hanya menambah beban, tetapi juga luka di hati masyarakat,” tegas Maulana.
Maulana menambahkan, kebijakan kenaikan PPN ini mencerminkan pengabaian terhadap nilai keadilan sosial dalam Pancasila. “Rezim saat ini terlihat tidak mampu menjalankan pemerintahan dengan mengedepankan keadilan sosial. Hal ini jelas menunjukkan ketidakseimbangan dalam keberpihakan terhadap rakyat kecil,” tuturnya.
Terakhir, ia mengatakan, kebijakan ini hanya akan memperburuk tekanan ekonomi yang sedang dihadapi oleh masyarakat. “Hari ini masyarakat dibohongi oleh rezim zalim yang hanya memikirkan keuntungan sementara tanpa memperhatikan realita di lapangan,” pungkasnya.