DPRD Samarinda Dukung Langkah Disdikbud Atasi Keluhan Harga Seragam Sekolah

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Novan Syahronny Pasie

Samarinda– Polemik tingginya harga atribut dan seragam sekolah di Samarinda menjadi perhatian serius Komisi IV DPRD Kota Samarinda. Menanggapi keluhan masyarakat, DPRD menyatakan dukungan penuh terhadap langkah antisipatif yang tengah dirumuskan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda.

Dalam pertemuan terbaru antara legislatif dan Disdikbud pada (21/7), dibahas berbagai rencana tindak lanjut dan peta kebijakan jangka pendek hingga menengah. Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Novan Syahronny Passie, menjelaskan bahwa Disdikbud telah mengambil langkah konkret dengan menyusun standar harga sebagai acuan bagi koperasi sekolah.

“Ini mengacu dari hasil survei di pasaran. Harga-harga tersebut ada yang memang melebihi, dan di sinilah Disdik yang mengambil langkah antisipasi untuk standardisasi harga,” terang Novan.

Standardisasi harga ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi koperasi sekolah dalam menentukan nilai jual atribut pendidikan, sehingga tidak lagi terjadi disparitas harga yang mencolok antar sekolah. Namun, Novan menekankan bahwa langkah ini bersifat jangka pendek.

Untuk jangka menengah, Komisi IV mengusulkan kebijakan yang lebih proaktif, yaitu skema subsidi dari pemerintah daerah, khususnya untuk atribut seragam batik dan olahraga. “Kami juga bicara tahun 2026 ada beberapa usulan yang memang harapan kita ada subsidi dari pemerintah, khususnya untuk pakaian batik dan olahraga,” tambahnya.

Novan juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan kualitas bahan dalam pembicaraan standar harga seragam. Menurutnya, harga ideal sangat bergantung pada jenis dan kualitas material, sehingga perlu ada fleksibilitas dalam merumuskan standar yang tidak mengabaikan kondisi objektif di lapangan. Survei harga di pasaran menjadi acuan untuk menetapkan harga minimal yang tidak jauh dari harga pasar.

Dalam konteks sosial ekonomi, Novan mengakui bahwa tekanan ekonomi saat ini tidak dapat diabaikan. Dengan inflasi dan kenaikan harga barang yang terjadi setiap tahun, pengeluaran orang tua untuk kebutuhan sekolah menjadi beban tersendiri yang perlu dicarikan solusinya melalui intervensi kebijakan yang tepat dari pemerintah.

Selain itu, Novan menegaskan bahwa banyak laporan yang masuk ke pihaknya bukan semata-mata soal mahalnya seragam, melainkan juga terkait item-item tambahan yang tidak masuk kategori wajib namun tetap dibebankan kepada siswa dan orang tua, seperti tes IQ dan asuransi sekolah.

“Itu yang banyak muncul, bukan dari seragamnya. Tapi harga seragam mereka juga mengeluhkan agak tinggi,” ungkap Novan.

Meskipun kualitas bahan seragam bisa berbeda-beda, pemerintah melalui Disdikbud telah mengambil langkah kompromi dengan menetapkan batas harga tertinggi. Hal ini bertujuan untuk mencegah pembengkakan biaya yang memberatkan orang tua siswa. “Kita ambil tengah-tengahnya saja. Makanya Disdikbud ambil langkah konkret langsung mengambil jalan tengah untuk membatasi atau memberi batasan tertinggi untuk pakaian seragam,” pungkas Novan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *