
Samarinda — Polemik soal keberadaan buzzer yang kerap menyebarkan narasi positif dan membela pemerintah mencuat. Fenomena ini mendapat sorotan Anggota Komisi I DPRD Kota Samarinda, Adnan Faridhan. Ia menilai bahwa aktivitas buzzer telah bergeser dari peran opini publik menjadi alat serangan terhadap pihak-pihak yang menyampaikan kritik kepada pemerintah.
Dalam wawancara pada Rabu (14/05), Adnan menyebut istilah buzzer untuk menggambarkan akun-akun yang diduga bekerja secara terorganisir dan sistematis. Baginya, akun-akun ini tidak hanya menyebarkan meme atau narasi pembelaan untuk pemerintah, tetapi juga menyerang individu secara personal, bahkan melakukan doxing atau penyebaran data pribadi tanpa izin.
“Saya pikir buzzer ini semacam hantu. Kita nggak tahu wujudnya seperti apa, siapa orangnya,” ungkapnya.
Adnan menegaskan, praktik semacam ini sangat merugikan dan mencederai iklim demokrasi.
“Doxing itu jelas melanggar privasi. Itu harusnya bisa dipidanakan karena sudah memenuhi unsur pelanggaran UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik),” imbuhnya.
Menurutnya, jika Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda merasa tidak pernah terlibat dalam aktivitas semacam ini, maka sudah seharusnya menyatakan sikap resmi dan terbuka. Hal ini penting demi melindungi hak warga negara yang menyampaikan kritik secara sah.
“Kalau memang Pemkot merasa tidak membiayai atau menggerakkan buzzer itu, ya harus ada sikap resmi. Karena ini bukan cuma menyerang, tapi ada pihak yang dirugikan secara langsung,” jelasnya.
Adnan juga menyoroti pentingnya penegakan hukum terhadap kasus-kasus seperti ini. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk tidak tinggal diam dan segera mengungkap siapa dalang di balik aksi doxing serta serangan siber.
“Kalau orang menggerakkan sesuatu tanpa ada kepentingan, itu bullshit. Pasti ada yang menyuruh. Nah, ini yang harus dibuka,” pungkasnya. (Adv)