
Samarinda, Jumat 21 November 2025 — Forum Aksi Rakyat Kalimantan Timur (FRAKSI Kaltim) menggelar silaturahmi dengan Sultan Kutai Ing Martapura Drs. Adji Muhammad Arifin, M.Si di Keraton Kutai sebagai langkah politik dan kultural untuk meminta dukungan serta doa restu dalam upaya menolak rencana pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh Pemerintah Pusat. Pertemuan yang berlangsung penuh kekeluargaan tersebut dimaksudkan untuk mengartikulasikan aspirasi masyarakat Kaltim, memperkuat legitimasi moral perjuangan, dan menyiapkan delegasi yang akan melakukan audiensi dengan DPR RI pada 4 Desember 2025.
Pertemuan itu menegaskan posisi FRAKSI Kaltim sebagai kanal aspirasi daerah yang ingin memastikan kebijakan fiskal nasional tidak merugikan daerah penghasil. Dalam pertemuan, Sultan Kutai menyampaikan apresiasi atas inisiatif FRAKSI Kaltim dan memberi dukungan penuh. “Pemangkasan DBH akan berdampak luas bagi masyarakat. Pemerintah Pusat harus mempertimbangkan aspirasi dan kondisi daerah. Kalimantan Timur berhak mendapatkan porsi DBH yang adil sebagai daerah penghasil,” ujar Sultan Kutai, menekankan bahwa keputusan fiskal harus mempertimbangkan keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Sultan juga mengingatkan bahwa proses pengambilan kebijakan strategis tidak boleh berjalan sepihak. Ia meminta keterlibatan tokoh adat, pemimpin masyarakat, dan para sesepuh dalam setiap pembahasan kebijakan yang berdampak pada daerah. Pernyataan ini memberi dimensi adat dan legitimasi publik pada penolakan FRAKSI Kaltim, sehingga perjuangan tersebut bukan sekadar tuntutan politik sempit, melainkan upaya kolektif mempertahankan “nadi pembangunan” daerah. Dukungan tokoh adat besar seperti Sultan berpotensi memperluas simpati publik dan menambah tekanan politik terhadap pembuat kebijakan di pusat.
Ketua FRAKSI Kaltim, A. Vendy Meru, SH, menyambut baik restu dan dukungan tersebut. Menurut Vendy, sambutan Sultan menjadi landasan moral dan politik yang penting saat delegasi FRAKSI bertolak ke Jakarta untuk audiensi dengan DPR RI dan menyerahkan dokumen resmi terkait dampak pemangkasan DBH bagi daerah. “Kami datang untuk meminta restu dan dukungan dari orang tua kita di Kalimantan Timur. Dukungan Sultan Kutai menjadi energi besar bagi perjuangan kami di Senayan,” kata Vendy, menegaskan bahwa strategi advokasi akan menggabungkan argumentasi fiskal, data dampak, dan legitimasi kultural.
Latar belakang perdebatan DBH menunjukkan bahwa pembagian hasil dari sumber daya menjadi isu sensitif antara kepentingan nasional dan keberlanjutan pembangunan daerah penghasil. Bagi wilayah seperti Kalimantan Timur—yang berperan sebagai penyangga sumber daya alam—pengurangan alokasi DBH berisiko menekan kapasitas layanan publik, proyek infrastruktur, serta program kesejahteraan lokal. Oleh karena itu, penolakan yang terstruktur dari fraksi sosial-politik, tokoh adat, dan masyarakat sipil menggarisbawahi kebutuhan dialog yang lebih inklusif dan transparan antara pemerintah pusat dan daerah.
Kesimpulannya, silaturahmi antara FRAKSI Kaltim dan Sultan Kutai bukan hanya simbol dukungan, melainkan langkah strategis yang menempatkan isu DBH dalam bingkai keadilan fiskal dan kedaulatan lokal. Jika audiensi ke DPR RI pada 4 Desember 2025 berjalan efektif, hal ini bisa membuka ruang negosiasi yang lebih matang atau setidaknya memaksa pembuat kebijakan menimbang ulang konsekuensi sosial-ekonomi pemangkasan DBH. Bagi pembaca dan pemangku kepentingan, momentum ini menjadi penentu apakah kebijakan fiskal nasional akan merangkul suara daerah penghasil atau tetap mengutamakan logika sentralisasi anggaran.








