Hak Guru Bergantung pada Data, DPRD Kaltim Tuntut Keseriusan Digitalisasi Pendidikan

Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Muhammad Darlis Pattalongi. (Foto : GK)

SAMARINDA – Keterlambatan pencairan insentif bagi guru honorer swasta di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali mencuat.

Namun di balik persoalan tersebut, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Muhammad Darlis Pattalongi, menilai masalah utamanya bukan pada dana, melainkan lemahnya infrastruktur data dan minimnya budaya kerja digital di sektor pendidikan.

Menurutnya, hak guru honorer adalah bentuk perlindungan sosial dasar, dan tidak boleh terganggu hanya karena sistem yang tidak berjalan optimal.

“Ini bukan soal anggaran, tapi soal bagaimana sistem administrasi bisa menjamin hak tenaga pendidik. Jika data pendidikan tak akurat atau tidak diperbarui, mereka bisa kehilangan haknya begitu saja,” tegas Darlis.

Sistem Dapodik (Data Pokok Pendidikan) yang menjadi andalan penyaluran bantuan kerap tersendat karena tidak diperbarui secara berkala oleh sekolah atau pihak dinas.

Darlis menyebut kondisi ini sebagai tanda bahwa digitalisasi di sektor pendidikan masih bersifat simbolik, belum menjadi kebiasaan kerja yang tertanam.

“Digitalisasi bukan hanya pasang komputer dan koneksi internet, tapi soal pola kerja yang berbasis data dan tanggung jawab. Guru honorer tidak boleh menanggung akibat dari kelalaian teknis yang sebenarnya bisa dicegah,” katanya.

Ia mendorong pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan, untuk membangun sistem pendampingan dan pelatihan administrasi digital bagi sekolah.

DPRD Kaltim, melalui Komisi IV juga menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi pertemuan langsung antara sekolah, guru, dan dinas agar ada solusi bersama yang konkret.

“Kita tidak bisa lagi menunda perbaikan ini. Guru honorer adalah wajah nyata dari sistem pendidikan kita di akar rumput. Mereka tidak boleh jadi korban birokrasi lamban,” ungkap politisi PAN itu.

Lebih jauh, Darlis menegaskan bahwa reformasi tata kelola data adalah bagian dari reformasi keadilan sosial.

“Kesejahteraan guru tidak bisa bergantung pada keberuntungan atau kedekatan. Harus ada jaminan berbasis sistem. Ini soal martabat profesi dan komitmen kita terhadap masa depan pendidikan,” pungkasnya. (GK/ADV/DPRDKALTIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *