
Nunukan – Penanganan kasus kecelakaan yang menewaskan seorang remaja putri di Pulau Sebatik hingga kini belum menemukan titik terang. Keluarga korban mempertanyakan langkah-langkah yang dilakukan oleh Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Nunukan dalam menangani kasus tersebut.
Penasehat hukum keluarga korban, Dedy Kamsidi, menyampaikan adanya sejumlah kejanggalan dalam proses penanganan perkara yang telah merenggut nyawa korban.
“Di sini kami ingin memberikan kritik yang bersifat membangun kepada aparat penegak hukum, khususnya Satlantas Polres Nunukan, terkait kinerja personelnya dalam menangani kasus ini,” ujar Dedy.
Ia menegaskan bahwa keluarga korban berharap adanya kepastian hukum dan penanganan yang adil tanpa pandang bulu.
Kekecewaan keluarga muncul lantaran hingga hari ke-19 sejak peristiwa terjadi, mereka belum menerima Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP). Selain itu, seorang oknum Satlantas disebut sempat menyampaikan secara lisan bahwa perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan ke pengadilan.
“Tentu kami sangat kecewa dengan pernyataan tersebut. Oknum polisi itu seolah-olah mengambil kesimpulan tanpa adanya surat resmi seperti SP2HP yang seharusnya diberikan kepada keluarga korban. Padahal, prosedur di kepolisian sudah jelas bahwa setiap hasil penyelidikan wajib disampaikan melalui surat resmi, bukan pernyataan lisan,” tegasnya.
Dedy menilai, pernyataan semacam itu tidak semestinya disampaikan saat keluarga masih berduka. Ia juga mengaku telah berkoordinasi langsung dengan Kepala Satlantas Polres Nunukan, yang membenarkan bahwa hingga kini SP2HP belum diterbitkan.
Selain itu, keluarga korban turut mempertanyakan sejumlah barang bukti yang dianggap penting dalam pembuktian perkara namun tidak diamankan oleh pihak kepolisian.
Saat ini, barang bukti yang disita hanya berupa sepeda motor korban dan dump truk. Padahal, dalam rekaman video amatir yang beredar di media sosial, truk tersebut terlihat mengangkut bibit pohon mangga dan kelapa sawit dengan muatan menjulang tinggi melebihi batas bak truk atau masuk kategori kelebihan beban (overload).
“Dari keterangan beberapa saksi di lokasi, truk itu memang kelebihan muatan hingga menyebabkan kabel di sekitar tempat kejadian putus. Polisi juga mengakui bahwa muatannya memang overload, tapi muatan itu tidak diamankan,” jelas Dedy.
Berdasarkan keterangan saksi lain, sopir truk sempat meminjam parang dari warga untuk menebang pohon yang tersangkut di atas muatan setelah kejadian.
Menurut Dedy, jika kepolisian telah mengakui adanya kelebihan muatan, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Namun hingga kini, belum ada penetapan tersangka terhadap pihak terlapor.
“Polisi beralasan bahwa bukti belum cukup dan muatan tidak berkaitan langsung dengan kejadian, serta tidak ada rekaman CCTV. Kami tidak ingin mengintervensi, tapi kami berharap kasus ini diungkap secara transparan dan hasil penyelidikannya segera disampaikan kepada keluarga korban. Jangan sampai berlarut-larut, kami butuh kepastian hukum,” tegasnya.
Dedy menambahkan, kecelakaan ini terjadi pada 17 Oktober 2025 sekitar pukul 19.30 Wita di Jalan Ahmad Yani, RT 2, Desa Sei Pancang, Kecamatan Sebatik Utara.
“Kronologinya, korban Auriana Ziah (15) saat itu berangkat dari rumah menuju arah Sei Nyamuk dalam keadaan sehat. Truk berada di jalur yang sama, posisi korban berada di sisi kiri kendaraan. Belum diketahui pasti penyebab kecelakaan, namun korban terjatuh dan masuk ke kolong truk hingga kepalanya terlindas ban belakang. Korban meninggal di tempat,” jelas Dedy.
Ia menegaskan, keluarga hanya berharap agar pihak kepolisian segera menyampaikan hasil penyelidikan secara terbuka dan memberikan kejelasan hukum atas peristiwa tragis tersebut.
