Legislator Samarinda Soroti Lambannya Penanganan Kasus NR, Desak Pemerintah dan Stakeholder Terlibat Aktif

Anggota DPRD Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie.


Samarinda – Dugaan kekerasan dan penelantaran terhadap NR (4), seorang balita penyandang ADHD dan epilepsi, selama berada di bawah pengasuhan Yayasan Rumah Lansia dan Yatim Piatu FJDK Samarinda hingga kini belum juga menemukan kejelasan. Kondisi mengenaskan NR pertama kali diungkapkan oleh Reni Lestari, ibu asuh yang menerima kuasa dari ibu kandung korban sejak 21 Maret 2025 lalu. Saat itu, tubuh balita tersebut dipenuhi luka, mengalami kejang, benjolan di dahi, serta tampak tidak terawat.

Menanggapi hal ini, anggota DPRD Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menyuarakan keprihatinannya. Ia menilai kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius semua pihak, tanpa terkecuali.

“Melibatkan semua stakeholder, baik di tingkat pemerintah kota maupun provinsi, sangat penting. Kita tidak ingin kejadian seperti ini terulang kembali,” tegas Novan, Rabu (2/7/2025).

Menurut Novan, lambannya prosedur dan mekanisme penanganan menjadi salah satu masalah utama dalam penanganan kasus NR. Namun, ia menegaskan bahwa aspek teknis penanganan menjadi domain OPD terkait dan lembaga pelaksana lainnya.

Tak hanya itu, Novan turut mengungkapkan bahwa ada keraguan dari pihak rumah sakit, baik negeri maupun swasta, dalam memberikan tindakan medis terhadap NR lantaran khawatir mengganggu proses hukum.

“Yang terpenting hari ini adalah bagaimana mengembalikan kesehatan NR. Pihak media sempat ragu karena masih proses hukum, tetapi saya tegaskan, jika sudah dinyatakan clear, maka pengobatan bisa dilanjutkan tanpa khawatir menghilangkan bukti,” jelasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa berdasarkan keterangan kepolisian, rekam medis yang akan dijadikan acuan dalam penyidikan hukum adalah yang pertama kali diambil, yakni pada 13 Mei 2025, bukan hasil pemeriksaan terbaru.

Lebih jauh, Novan mengingatkan agar publik tidak melihat persoalan ini dari sudut pandang personal atau institusional semata, melainkan menjadikan kepentingan terbaik bagi anak sebagai fokus utama.

“Kita bicara ini bukan sekadar aturan, tapi juga dari hati nurani sebagai orang tua. Saya sendiri ingin tahu kenapa anak ini bisa berada dalam kondisi seperti itu di panti. Itu sebabnya kita harus bertanya pada rumah sakit dan dokter,” terang Novan penuh tanya.

Berdasarkan data yayasan, saat ini Panti Asuhan FJDK mengasuh sekitar 30 anak. Meski enggan menyalahkan secara langsung, Novan menilai bahwa lemahnya sistem pengawasan dan perhatian terhadap isu sosial menjadi akar dari peristiwa ini.

“Jujur saja, kita malu sebagai pemerintah. Kita sibuk membangun fisik, tapi lalai pada hal-hal yang menyangkut perlindungan anak. Ini seharusnya jadi tanggung jawab kita semua,” tegas Novan.

Ia menegaskan bahwa DPRD tidak akan mencampuri proses hukum, yang menjadi wewenang aparat penegak hukum. Namun, lembaga legislatif tetap memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk mengawal perbaikan sistem ke depan.

“Silakan kalau ada pihak keluarga yang ingin menempuh jalur hukum. Tapi hari ini, mari kita fokus memastikan kondisi NR membaik dan kasus ini ditangani dengan benar,” tutupnya. (Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *