
SAMARINDA – Sungai Mahakam tak hanya menjadi urat nadi transportasi dan aktivitas ekonomi di Kalimantan Timur (Kaltim), tetapi juga simbol strategis kedaulatan daerah atas sumber daya alamnya.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim Muhammad Husni Fahrudin, menilai bahwa pengelolaan sungai ini sudah saatnya dikembalikan kepada pemerintah daerah agar manfaatnya bisa dirasakan lebih luas oleh masyarakat lokal.
“Selama ini, potensi luar biasa yang ada di alur Sungai Mahakam belum dikelola sepenuhnya untuk kepentingan daerah. Pihak lain seperti Pelindo mendapatkan keuntungan besar, sementara Kaltim nyaris tak mendapat apa-apa,” ujarnya.
Bagi Ayyub sapaan akrabnya, masalah ini bukan semata soal Pendapatan Asli Daerah (PAD), melainkan soal keadilan distribusi sumber daya dan hak daerah untuk mengelola aset strategisnya sendiri.
Ia menegaskan, pengambilalihan pengelolaan alur sungai oleh pemerintah daerah bisa menjadi langkah awal dalam memperjuangkan kedaulatan ekonomi di daerah kaya sumber daya seperti Kaltim.
“Ini soal siapa yang menikmati hasilnya. Kita tidak ingin rakyat Kaltim cuma jadi penonton, sementara kekayaan daerah mengalir ke luar,” tegasnya.
Menurutnya, jika pengelolaan Sungai Mahakam dialihkan ke Perusda dengan tata kelola yang profesional dan transparan, potensi PAD bisa mencapai ratusan miliar rupiah setiap bulan.
Tapi lebih dari itu, ia menekankan pentingnya membangun sistem yang adil, agar aset sebesar ini menjadi alat pemerataan dan kesejahteraan masyarakat.
Langkah strategis berikutnya, kata dia, adalah mendorong negosiasi antara Pemprov Kaltim dan pemerintah pusat, termasuk Kementerian Perhubungan, untuk merevisi regulasi pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Ayyub mendorong agar ada keberanian politik dari seluruh pemangku kepentingan di daerah untuk menyuarakan kepentingan rakyat.
“Ini soal keberanian memperjuangkan hak daerah. Sudah terlalu lama aset seperti Sungai Mahakam dikelola orang lain, tapi dampaknya tak terasa signifikan untuk masyarakat kita,” ujarnya.
Ia berharap langkah konkret segera diambil agar pengelolaan sungai bisa menjadi instrumen pembangunan yang adil dan berkelanjutan. “Kita tidak bicara mimpi. Ini bisa kita wujudkan, asal ada kemauan politik dan konsistensi bersama,” tutup Ayyub. (GK/ADV/DPRDKALTIM)