
SAMARINDA – Usulan penutupan alur Sungai Mahakam pasca insiden penabrakan Jembatan Mahakam I mendapatkan perhatian dari DPRD Kalimantan Timur (Kaltim).
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, menekankan perlunya pertimbangan yang matang mengingat pentingnya alur sungai tersebut bagi perekonomian masyarakat.
“Harus diingat, kewenangan baik dari sisi darat maupun sungai berada di pemerintah pusat. Sisi darat merupakan kewenangan Kementerian PUPR, sementara sisi perairan berada di bawah Kementerian Perhubungan,” jelasnya.
Reza sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa pihaknya memiliki tugas dan fungsi sebagai legislasi yakni memberikan rekomendasi dan mengawasi jalannya kebijakan, bukan ranah mengambil keputusan langsung yang seharusnya dilakukan eksekutif.
“Setiap rekomendasi, apalagi yang menyangkut penutupan Sungai Mahakam, harus dikaji secara matang. Jangan sampai menimbulkan kerugian besar bagi berbagai pihak dan memicu keresahan di masyarakat,” ucap Reza.
Dirinya menilai wacana penutupan sungai akan memiliki dampak yang serius. Jika diterapkan, penutupan tersebut bukan hanya menganggu aktivitas pelayaran, tetapi juga industri batu bara, logistik, hingga pendapatan negara.
“Bayangkan, rantai pasok batu bara bisa terputus, jetty bisa rusak atau terbakar, dan PNBP bisa hilang. Ini bukan cuma urusan daerah, tapi menyangkut kepentingan nasional,” ungkapnya.
Lebih lanjut kata Reza, membeberkan bahwa banyak masyarakat Kukar, Samarinda, dan daerah lainnya sudah bergantung pada aktivitas di Sungai Mahakam tersebut. Selain itu, dirinya menyampaikan bahwa penutupan jalur sungai bisa mencoreng nama Indonesia di mata internasional jika dianggap gagal menjamin stabilitas pelayaran strategis.
Dirinya menyatakan sikap partainya sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan keselamatan masyarakat. Namun, Reza menegaskan bahwa fokus utama saat ini seharusnya bukan pada penutupan alur sungai, melainkan pada penegakan hukum.
“Proses hukum harus ditegakkan. Kejar pelaku tabrakan. Bila perlu, cabut semua izin usaha terkait, mulai dari nakhoda, anak buah kapal (ABK), hingga pemilik perusahaan. Sita kapalnya. Dengan begitu, hanya pelaku yang bertanggung jawab yang dikenai sanksi, bukan masyarakat luas yang tidak terlibat,” tutupnya. (GK/ADV/DPRDKALTIM)