Teror Mengintai Aktivis: Apakah Abah Nateh Mati Karena Dendam Pribadi atau Ada Motif Lain?

Sumber gambar; pojok benua

Kapurtulis – Upaya warga Desa Nateh dalam mempertahankan kelestarian desanya dari aktivitas tambang bukan tanpa risiko. Ancaman dan teror sering kali dihadapi warga yang dilakukan oleh sejumlah preman. Salah satu korban adalah Abah Nateh, pria bernama asli Arbaini (67), yang saat ini menjabat Kepala Badan Perwakilan Desa (BPD) Nateh. Ia beberapa kali mendapatkan intimidasi langsung akibat sikap kerasnya menolak tambang di daerahnya.
Bersama Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Abah Nateh bahkan turut hadir dalam persidangan untuk menolak perizinan tambang PT Mantimin Coal Mining (MCM) yang diteken oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 4 Desember 2017 lalu. Dalam proses persidangan yang masih berlangsung, Abah Nateh mengaku sempat didatangi preman bersenjata tajam di rumahnya.
Dalam persidangan, Abah Nateh dikejutkan oleh kedatangan tiga preman yang memintanya untuk segera memberi tanda tangan perizinan agar aktivitas pertambangan bisa dilakukan di wilayahnya. Sebagai Kepala BPD Nateh, ia memegang peranan kunci, namun ia tidak pernah memberikan izin tersebut. Ketiga preman itu datang dengan membawa pistol rakitan dan golok. Mereka bahkan membawa senjata lain yang disembunyikan. Para preman tersebut berada di depan rumah Abah Nateh dari pukul 10.00 hingga 15.00 WITA, namun kabur setelah mendapat informasi bahwa pihak kepolisian tengah menuju ke rumah Abah Nateh.
Setelah kejadian tersebut, ketiga preman berhasil ditangkap dan dihadapkan pada Abah Nateh di depan kepolisian. Mereka membuat perjanjian bahwa jika Abah Nateh ditemukan terluka atau bahkan meninggal, ketiga preman tersebut harus ditangkap. Hal ini dilakukan mengingat situasi keselamatan dan keamanan Abah Nateh yang genting pada waktu itu. Abah Nateh menduga bahwa para preman ini dibayar oleh seseorang untuk melakukan aksi teror terhadap dirinya.
Pada Rabu, 24 Juli 2024, Abah Nateh ditemukan dalam keadaan mengenaskan dengan sebelas tusukan pisau di lokasi parkiran objek wisata Pantai Nateh. Pelaku langsung melarikan diri dengan sepeda motornya. Namun, pelaku pembunuhan Arbaini berhasil diringkus personel Satreskrim Polres HST bersama Polsek Batang Alai Selatan (BAS) tanpa kesulitan. Barang bukti yang diamankan termasuk satu buah sarung pisau, satu pasang sendal karet, dan satu sapu lidi dengan bercak darah. Motif pembunuhan ini masih belum diketahui secara pasti, namun ada dugaan bahwa pelaku memiliki dendam pribadi atau sakit hati.
Tewasnya Abah Nateh meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Desa Nateh. Julukan “Abah Nateh” bukan sekadar julukan belaka, keberadaan Arbaini memiliki dampak besar bagi ketentraman desa yang sudah diincar oleh para penambang. Beliaulah yang berdiri tegak di garda terdepan menolak aktivitas pertambangan di kaki Gunung Meratus. Pertanyaan besar saat ini adalah bagaimana nasib Desa Nateh selanjutnya? Apakah desa ini akan takluk pada para penambang atau tetap meneruskan perjuangan Abah Nateh? Apakah kematian ini benar-benar tanpa motif pembungkaman aktivis, atau justru puncak dari banyak masalah yang akan terjadi pada para aktivis lainnya? Dengan hilangnya sosok pejuang seperti Abah Nateh, apakah Desa Nateh juga akan kehilangan wilayahnya? Jika kasus seperti ini terus terjadi tanpa perlindungan hukum, siapakah lagi yang akan terus bertahan menyuarakan suaranya? Sebagai generasi penerus, kita harus melanjutkan semangat juang Abah Nateh dan percaya bahwa sosok seperti dirinya akan tetap ada dan berlipat ganda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *