Di Tengah Penurunan Fiskal, Syarifatul Dorong Integrasi Program Antar Daerah Demi Efisiensi Pembangunan

Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Syarifatul Sya’diah. (Foto : Ist)


SAMARINDA – Penurunan fiskal Kalimantan Timur (Kaltim) dari Rp21 triliun menjadi Rp18 triliun menjadi sorotan serius kalangan legislatif.

Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Syarifatul Sya’diah, menilai kondisi ini menuntut pemerintah daerah untuk berpikir lebih strategis, termasuk dalam hal penyelarasan program antar instansi agar tidak terjadi pemborosan anggaran.

Menurutnya, di tengah keterbatasan fiskal, pemerintah provinsi tidak bisa lagi berjalan sendiri tanpa mengindahkan program yang dirancang pemerintah kabupaten/kota. Ia menilai tumpang tindih perencanaan selama ini menjadi penyebab tidak maksimalnya hasil pembangunan di daerah.

“Masih sering kita temui, program provinsi dan kabupaten/kota saling tumpang tindih, atau justru tidak saling melengkapi. Ini jelas tidak efisien dan hanya buang-buang anggaran,” tegasnya.

Syarifatul mendorong agar koordinasi formal seperti rapat kerja antara gubernur, Bappeda, dan kepala daerah tingkat kabupaten/kota dijadikan agenda berkala, bukan sekadar seremonial tahunan.

Menurutnya, penyusunan program harus dimulai dengan peta kebutuhan yang sama dan disepakati bersama, agar arah pembangunan tidak melebar dan kehilangan fokus.

“Ini bukan soal ego sektoral, tapi soal efisiensi anggaran. Apalagi sekarang fiskal kita menurun. Jadi integrasi program jadi kebutuhan mutlak,” ujarnya.

Ia juga menyinggung pentingnya keterlibatan pihak swasta dan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan program unggulan seperti “gratispol” dan “jospol”. Tanpa sinergi multipihak, ia khawatir program tersebut hanya berhenti di tataran slogan.

“Anggaran makin kecil, tantangan makin besar. Jadi kita butuh gotong royong, termasuk dari perusahaan dan masyarakat, supaya program yang bagus ini benar-benar bisa berjalan dan bermanfaat,” terangnya.

Syarifatul menekankan, ke depan keberhasilan pembangunan tidak bisa hanya diukur dari jumlah proyek, tapi dari sejauh mana program itu menyasar kebutuhan masyarakat dan dikerjakan secara kolaboratif.

“Kita harus berpikir kolektif. Ini bukan era kompetisi antar daerah, tapi kolaborasi untuk kemajuan bersama,” tutupnya. (GK/ADV/DPRDKALTIM)

Exit mobile version