Komisi II DPRD Samarinda Usulkan Solusi Komprehensif untuk Polemik Pasar Subuh

Ketua Komisi II DPRD Kota Samarinda, Iswandi.



Samarinda – Ketua Komisi II DPRD Kota Samarinda, Iswandi serukan penyelesaian komprehensif terkait sengketa lahan dan operasional Pasar Subuh yang memicu ketegangan antara pedagang, pemilik lahan, dan pemerintah kota (Pemkot). Menurutnya, akar persoalan terletak pada status hukum lahan, kepentingan ekonomi pedagang, serta tindakan represif aparat selama proses penertiban.

“Ini bukan masalah sederhana. Pasar Subuh berkembang di atas lahan milik swasta yang kini sudah tidak lagi diizinkan digunakan oleh pemiliknya. Di sisi lain, ada ratusan pedagang yang menggantungkan hidup di sana, sementara Pemkot ingin menata ruang kota. Solusinya tidak bisa parsial, harus menyeluruh dan adil,” ujar Iswandi dalam keterangannya, Kamis (15/05).

Iswandi menyoroti bahwa Pasar Subuh secara tematik dikenal sebagai sentra penjualan daging babi, yang seringkali menimbulkan pro-kontra. Namun, ia menekankan bahwa banyak pedagang lain seperti penjual sayur, buah, dan kebutuhan harian juga terdampak akibat kebijakan penertiban.

Untuk mengurai konflik, ia mengusulkan skema zonasi sebagai solusi jangka menengah. Dalam penjelasan Iswandi, kawasan tematik tetap dipertahankan di lokasi eksisting dengan landasan hukum yang jelas, sementara pedagang non-tematik dialihkan ke pasar-pasar terdekat yang masih memiliki kapasitas.

“Jumlah pedagang penunjang tidak besar, sehingga relokasi mereka masih memungkinkan. Pemerintah harus aktif mengintegrasikan mereka ke pasar yang tersedia. Ini lebih solutif daripada membiarkan konflik terus terjadi,” jelasnya.

Ia juga mengkritik keras langkah represif yang dilakukan aparat, termasuk Satpol PP, polisi dan TNI dalam proses penertiban beberapa waktu lalu. Menurutnya, tindakan tersebut tidak tepat dan melampaui kewenangan.

“Kalau itu lahan pribadi, semestinya pemilik lah yang menempuh jalur hukum. Kenapa pemerintah justru mengerahkan aparat? Ini yang akan kami evaluasi. Kami akan panggil Kepala Satpol PP untuk memberikan klarifikasi dan peringatan,” tegas Iswandi.

Ia menambahkan, pendekatan penegakan aturan seharusnya dimulai dengan dialog dan pendekatan humanis. Tindakan tegas hanya bisa dibenarkan jika upaya mediasi gagal dan pedagang tetap melawan aturan secara terang-terangan.

Sebagai catatan, Pasar Subuh sudah lama beroperasi tanpa kejelasan status lahan, dan Pemkot Samarinda telah merencanakan revitalisasi kawasan tersebut. Namun rencana ini terus tersendat karena penolakan pedagang dan tarik ulur legalitas.

“Pemerintah harus menjadi fasilitator yang adil. Semua pihak perlu diajak duduk bersama mencari solusi. Kekerasan bukan jawaban,” tutup Iswandi.

Usulan ini diharapkan dapat meredam konflik yang berkepanjangan sekaligus menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat dan penataan kota secara berkelanjutan. (Adv)

Exit mobile version