DPRD Samarinda Fasilitasi Polemik Pembangunan Gereja Toraja, Pertanyakan Validitas Persetujuan Warga

Spanduk protes pembangunan Gereja Toraja di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang

Samarinda — Perselisihan terkait pembangunan Gereja Toraja di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, menuai perhatian serius dari DPRD Kota Samarinda. Proyek rumah ibadah yang semula telah mengantongi izin dan dukungan dari sejumlah pihak kini dipertanyakan legalitasnya, setelah sebagian warga RT 24 menyatakan penolakan.

Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menyatakan bahwa pihaknya telah memfasilitasi rapat dengar pendapat (RDP) dengan menghadirkan berbagai unsur yang terlibat dalam polemik ini.

“Kami sudah memanggil seluruh pihak terkait dalam perselisihan tersebut. Mulai dari pihak kecamatan dan kelurahan, warga RT. 24, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), serta jajaran Pemerintah Kota Samarinda,” ujar Novan saat ditemui, Selasa (8/7/2025).

Dalam rapat tersebut, FKUB menyampaikan bahwa pembangunan gereja telah melewati prosedur yang sesuai, termasuk mendapatkan persetujuan dari kelurahan dan Kementerian Agama (Kemenag) Samarinda. Namun, persoalan muncul ketika sejumlah warga mengaku tidak merasa memberikan tanda tangan persetujuan atas pembangunan tersebut.

“Dari penyampaian FKUB pendirian gereja sudah melewati tahapan sesuai prosedur yang ada, namun timbul persoalan validasi persetujuan pembangunan,” paparnya.

Lebih lanjut, Novan menambahkan, “Tapi muncul persoalan validasi, ada diduga bahwa masyarakat di sana tidak merasa permintaan persetujuan tersebut untuk membangun gereja.”

Ia menegaskan, untuk menghindari potensi pelanggaran hukum maupun gesekan sosial di masyarakat, proses pengajuan persetujuan pembangunan gereja perlu dikaji ulang. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh tahapan administrasi dilakukan secara transparan dan sah.

“Pengajuan persetujuan pembangunan gereja mesti dilakukan peninjauan kembali. Agar prosedur pendirian rumah ibadah tidak berbenturan dengan regulasi yang berlaku,” tegas Novan.

Sayangnya, dalam pertemuan tersebut, pihak pengurus gereja yang menjadi inisiator pembangunan tidak turut hadir. Hal ini dinilai sebagai kekurangan yang perlu diperbaiki dalam pertemuan selanjutnya agar dialog dapat lebih terbuka dan adil.

“Kami akan melakukan pertemuan kembali dalam rapat selanjutnya. Terutama pihak yang mengusulkan pembangunan gereja dan warga yang menolak pembangunan. Tentu akan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan,” pungkasnya. (Adv)

Exit mobile version