
Tanggal 8 Oktober 2025, rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berakhir dengan kericuhan. Ketua DPRD, Ibu Devung paran, dan Wakil Ketua, Pak Desiderius dalung lasah, terlibat adu mulut terkait pengesahan Anggaran Perubahan 2025 dan anggaran tahun 2026.
Konflik bermula ketika Ibu Devung Paran membawa nama 20 orang anggota DPRD untuk tidak menyetujui pengesahan anggaran, dengan alasan Pokok-Pokok Pikiran (POKIR) dewan tidak ada di anggaran perubahan. Ia ingin agar anggaran dibahas ulang sesuai tahapan, yang berpotensi molor hingga tahun 2026.
Namun, Wakil Ketua Pak Desi marah karena mayoritas anggota DPRD lainnya setuju untuk segera mengesahkan anggaran. Pak Desi khawatir keterlambatan pengesahan anggaran akan berdampak pada masyarakat, terutama terkait gaji P3K yang belum dibayar.
Dalam adu mulut, terungkap bahwa ada proyek senilai Rp 15 miliar di Ulu Riam (Kecamatan Long Pahangai dan Long Apari) yang berpotensi menjadi sumber konflik. Fraksi Gerindra menjadi satu-satunya fraksi yang tidak setuju dengan pengesahan anggaran ¹.
Wakil Ketua DPRD, Pak Desi, memukul meja sebagai tanda protes atas keputusan Ketua DPRD yang dianggap tidak mengakomodir aspirasi mayoritas anggota DPRD. “Kami yang lain ini setuju untuk segera disahkan, kasian masyarakat mahulu dan P3K yang belum gajian,” tegasnya.
Ketua DPRD, Ibu Devung, tetap pada pendiriannya untuk membahas ulang anggaran sesuai tahapan. “Pokir 15 miliar di Ulu Riam harus dibahas secara transparan,” katanya.
Konflik ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapat di antara pimpinan DPRD dapat berdampak pada proses pengambilan keputusan dan berpotensi memperlambat pembangunan daerah.