Innalillahi Badak Kalimantan

Sudah hampir lima tahun, Pahu, seekor badak kalimantan (Dicerorhinus sumatrensis harrisoni) betina hidup sendirian di lahan berpagar listrik seluas 20 hektare. Tempat itu merupakan bagian dari Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) Kelian, Kutai Barat, Kalimantan Timur, tempat penyelamatan badak kalimantan seluas 5000 ha. Pada 2018 lalu ia dibawa ke tempat itu untuk diselamatkan karena habitat aslinya, kantong 3 habitat badak kalimantan di kabupaten yang sama, habis dirambah tambang dan kebun sawit.

Ia merupakan satu dari dua badak kalimantan yang tersisa di Borneo. Badak lainnya, Pari, berada di alam liar Hutan Lindung Kelompok Hutan (HL KH) Sungai Ratah-Sungai Nyuatan-Sungai Lawa yang diidentifikasi sebagai kantong 1 habitat badak kalimantan di Mahakam Ulu, tetangga Kabupaten Kutai Barat.

Pahu menanggung beban keberlanjutan reproduksi subspesiesnya. Paling tidak keberadaannya di SRS Kelian membuat kesehatan dan kondisi fisiknya mudah terpantau sehingga ia menjadi prioritas reproduksi badak kalimantan. Namun usianya terus menua, ia diperkirakan berumur di rentang 35 hingga 40 tahun.

Kekhawatiran atas usia dan produktivitas reproduksi masih menggelayuti konservasionis. Peneliti Satwa Auriga Nusantara, Riszky Is Hadiyanto, menyebutkan sejak translokasi hingga kini merupakan waktu yang terlampau panjang bagi Pahu untuk terus sendirian tanpa kawin. Tak ayal jika ia khawatir dengan produktivitas reproduksi Pahu jika dikaitkan dengan usianya. Menurutnya, Pahu kini berpacu dengan waktu.

Exit mobile version