KALTIM — “Gagala meracang berarti merancang gegagalan.” Kalimat itu meluncur tegas dari bibir Andri Susanto Bethan, pria kelahiran Sangkulirang, Kutai Timur, yang kini bertekad mengguncang peta energi Kalimantan Timur.
Bukan pejabat, bukan konglomerat. Andri datang dari lapangan — dari aroma kopi pahit dan panas terik di atas tanah gersang sumur-sumur minyak tua yang nyaris dilupakan. Sejak 2019, ia blusukan dari Kutim, Samarinda, Kukar hingga Kubar, mendata satu per satu sumur yang pernah berjaya, namun kini sunyi.
“Kalau kita diam, sumur-sumur tua itu akan mati. Padahal di dalamnya ada peluang hidup untuk ribuan orang,” tegasnya.
Andri tak hanya bicara soal minyak, ia bicara tentang kesejahteraan rakyat. Ia ingin koperasi lokal dan UMKM menjadi motor pengelolaan sumur-sumur tua, agar hasilnya tidak lagi hanya mengalir ke kas perusahaan besar, tapi juga ke meja makan warga.
Bagi Andri, Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 adalah pintu gerbang perubahan. Namun, ia sadar, tanpa payung hukum daerah, mimpinya akan kandas. Karena itu, ia mendorong pembahasan bersama Gubernur H. Rudi Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji untuk melahirkan Peraturan Gubernur sebagai senjata hukum.
“Semua pergerakan harus tertata dan terkelola. Saya siap jadi garda depan untuk Kaltim,” ujarnya penuh keyakinan.
Kini, pertarungan pun dimulai. Mampukah seorang putra daerah melawan arus besar industri dan birokrasi demi menghidupkan kembali sumur-sumur tua? Waktu dan keberanian akan menjadi saksi.
